28 Oktober 1928, merupakan acara yang sakral bagi pemuda Indonesia (saat itu).Mereka bersemangat menyatakan ikrar tentang sebuah persatuan yang abadi. Hari itu merupakan hari yang sangat bersejarah dan akan terkenang sepanjang masa. Hari yang bahagia, hari yang menegangkan.
20 Agustus 2010, tiga hari sesudah hari kemerdekaan. Tiada yang berubah di sini, di Indonesia. Semakin tua, semakin malas. Mungkin Indonesia dilambangkan sebagai fase-fase perkembangan manusia. Semakin banyak tindak kejahatan, kemiskinan meningkat, harga semakin naik melilit-lilit rakyat, bahkan semangat pelajar pun terasa hilang ditelan umur sumpah pemuda tersebut.
Mendekati hari sumpah pemuda, aku ingin merubah semuanya. Merubah semua pola yang menurutku adalah merupakan suatu kemunduran, bukan kemajuan. Misalnya adalah imitasi, imitasi budaya. Dengan mudahnya kita mengkopi budaya tersebut namun dengan hasil nenek moyang kita sendiri kita merasa ogah-ogahan. Out of date lah, nggak jaman lah. Semuanya terlontar dari mulut para pemuda zaman ini dengan mudah tanpa beban. (jangan menjadi orang yang selalu mengurusi budaya orang lain).
Mungkin pemuda merasa hari ini adalah fase zaman yang mudah. Kemudahan akses di semua bidang, tak seperti di zaman perjuangan. Hrhh, seandainya aku bisa mengajak mereka bertamasya ke kondisi negeri masa lampau. Di mana semua rakyat mendapat kesengsaraan dari kolonialisme. Andai saja mereka bisa merasakan semua.
Aku adalah siswi SMAN 10 Malang Sampoerna Academy. Jujur aku bangga, sangat bangga menjadi salah satu didikan Sampoerna Academy. Leader... i am. Pemimpin... saya. Begitulah ikrar kami. Namun tanpa disadari, kata-kata yang sering kami ucapkan tersebut merupakan sebuah janji dan tanggung jawab yang harus kita tepati suatu saat nanti. Masa depan bangsa ada di pundak kami.
Hidup di asrama, sangat menyenangkan bagiku. Kita belajar untuk tidak menjadi orang yang selalu egois. Makan harus, mandi harus antre, masuk bis harus antre. Semua harus dilakukan dengan kesabaran. Dan aku suka itu, hal yang tidak akan pernah aku temukan di rumahku.
Namun kadang terfikir olehku ada sebuah unsur yang belum bisa dirubah dalam kehidupan kami, semua pelajar di Indonesia. Tahukah, kami adalah calon pemimpin bangsa yang kelak harus bertanggung jawab dengan bangsa ini. Namun sebenarnya aku berfikir, apa yang kita kejar saat belajar. Untuk mengerti, memahami dan menerapkan pelajaran tersebut atau hanya untuk mencari nilai sempurna???.
Sumpah pemuda oh sumpah pemuda, sebangsa, namun masih banyak tawuran pelajar, perpecahan, dan banyak lagi tindakan yang tak terpuji. Se-tanah air namun suka mencaci bangsa sendiri. Satu bahasa, namun selalu menggunakan bahasa kekerasan.
Bagiku sumpah pemuda tidak hanya ikrar yang melambangkan tanggung jawab sebagai putra bangsa. Namun sebuah amanat dari leluhur untuk mempertahankan bangsa dan membawanya maju sebagai bangsa yang terhormat dengan banyak prestasi( bukan imitasi).
Cintaku kepada Bangsa membawaku untuk mengangkat nya suatu saat aku menjadi pemimpin yang benar-benar bijaksana. Tanpa adanya KKN dan tindak amoral. Aku tak ingin menjadi orang yang pintar, namun menjadi orang yang cerdas. Cerdas menempatkan dan mengendalikan kepandaiannya. Bukan malah untuk “minteri” rakyat jelata dan menjadikan mereka tumbal dari semua ulah kita.
Suatu saat aku harus mempertanggungjawabkan gaya kepemimpinanku kepada Tuhan. Menurutku di Indonesia banyak terdapat orang pandai bahkan ahli, namun ada satu yang salah dari sistem pendidikan di negeri ini. Karena ilmu dihargai dengan nilai, bukan penerapannya. Mereka, para sarjana adalah orang yang pintar, namun mereka tiada bisa menempatkan kecerdasannya sehingga bermanfaat bagi orang lain. Mereka hanya mementingkan diri sendiri. Itukah pemuda sekarang yang menerapkan sumpah pemuda???
Yah, semoga aku adalah salah satu dari sedikit orang bermoral di Negeri ini...
Oleh : Ika Diana Werdani/X-5
SMAN 10 Malang Sampoerna Academy